Quintel Blogger theme

A free Premium Blogger theme.

Rabu, 13 Februari 2013

perguruan negeri Kota Bima

PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI NEGERI DI DAERAH BIMA
* Muhammad Fauzi Ahmad


           Reformasi birokrasi dan pemerintahan yang telah bergulir, melahirkan harapan baru bagi pencerahan dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa. Otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan tidak dapat terlepas dari gerakan global (global movement), yaitu demokratisasi atau menurut istilah kontemporer adalah “proses menuju masyarakat madani”. Di seluruh dunia muncul gerakan-gerakan dari grass-root (akar rumput) yang menginginkan kehidupan yang lebih demokratis dan mengakui hak azasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk di bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan dan implementasi otonomi daerah, tentu akan berimbas pada pelaksanaaan desentralisasi pendidikan serta otonomi lembaga pendidikan. Sebagai penerapan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pemegang kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah (local goverment) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (local council) serta unsur pimpinan lembaga pendidikan, perlu ada semangat guna menggiatkan kembali proses pencerdasan dan pembangunan sumber daya manusia (Development Human Resources) melalui proses pendidikan. Pendidikan saat ini dalam pengamatan para pakar berada dalam keadaan terpuruk, perlu adanya suatu paradigma baru. Pendidikan dengan sendirinya memerlukan tatanan yang dapat dijadikan acuan dan pedoman di dalam mencari substansinya. Adanya recovery mutu pendidikan di setiap daerah kabupaten/kota adalah starting point tumbuh dan berkembangnya masyarakat yang dicita-citakan oleh tujuan bangsa kita, yaitu masyarakat yang memiliki ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, terampil, cerdas, berilmu dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaannya (human dignity).
 
Dalam kaitannya dengan beberapa tujuan di atas, pemimpin-pemimpin pendidikan di daerah haruslah berpola dan berkaca kepada tata aturan dan perundangan yang telah ada. Pelaksanaan pendidikan di daerah sedikit tidaknya dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dilahirkan dari leadership style seorang kepala daerah beserta team work-nya. Kita semuanya mengetahui bahwa pelaksanaan pendidikan di daerah ada yang sesuai harapan (berhasil), ada yang masih mencari formatnya, ada juga yang masih setengah-setengah bangun dan akhirnya memandang sebelah mata tentang prospek pendidikan ini.

Menarik kita cuplik pendapat H.Malik Fadjar, mantan Mendiknas kita. Dia berucap dalam suatu kesempatan “Kalau ingin memanen hasil dalam 2-3 bulan maka tanamlah sayur, kalau ingin memanen hasil dalam 1-2 tahun maka tanamlah ketela (ubi kayu), kalau kamu menginginkan hasil 5-10 tahun maka tanamlah mangga dan kelapa, dan akhirnya kalau ingin mendapatkan hasil 50-100 tahun maka tanamlah pendidikan pada generasi dan masyarakatmu”.

Maka, pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang dapat menjadi asset pembangunan bangsa dan negara ini. Pelaksanaan pendidikan memang merupakan bukan semudah membalikkan telapak tangan, perlu ada suatu keinginan dan pelibatan semua elemen dalam masyarakat. Hal inilah yang perlu di perhatikan oleh pemegang kebijakan pendidikan baik tingkat atas (pusat) maupun di level bawah (daerah propinsi dan kabupaten/kota), guna terinspirasi dalam upaya pengembangan pendidikan dan perbaikan nasib masyarakat, terutama pendidikan di daerah.

Secara garis besar, gambaran keberhasilan pelaksanaan pendidikan kita sangat memprihatinkan. Dari hasil komparasi internasional yang dilakukan oleh Human Development Index (HDI) mutu pendidikan di Indonesia kurang menggembirakan. Dalam laporan tersebut, Indonesia terletak pada peringkat 102 dari 106 negara yang disurvey dan satu peringkat dibawah Vietnam. Dari hasil survey The Political Economic Ris Consultation (PERC) juga menempatkan Indonesia pada posisi di peringkat 12 dari 12 negara yang disurvey, juga satu peringkat di bawah Vietnam suatu negara yang dilanda perang saudara dan pembangunan ekonominya tersendat-sendat. Hasil ini mencerminkan upaya peningkatan mutu pendidikan yang selama ini dilakukan belum mampu untuk memecahkan masalah dasar pendidikan.

Dalam upaya memperbaiki dan membangun kembali mutu pendidikan di daerah, perlu kita mendengar apa yang dikatakan oleh kaisar Jepang Heiko di waktu dia mengalami kekalahan dalam perang dunia ke II. Dia berucap pada para pembantu dan menterinya “masih berapa guru yang masih hidup”. Dia seorang kaisar yang sangat visioner, memiliki wawasan ke depan, dan memperhatikan nasib bangsa dan tanah airnya. Secara rasional, dalam keadaan perang tentu seorang kaisar menanyakan masih berapa prajurit dan serdadu atau mesin perang lainnya yang masih tersisa guna menghimpun kekuatan untuk mempertahankan diri dan menyusun strategi untuk menyerang kembali musuh. Akan tetapi seorang kaisar yang memiliki visi kedepan, dia menanyakan ada berapa guru yang masih tersisa?

Apa makna di balik ucapan Kaisar di atas?. Secara Inplisit, karena guru adalah pendidik dan tulang punggung pendidikan, yang mendidik manusia, mencerdaskan, memberikan pelayanan ilmu kepada siapa yang membutuhkannnya, sehingga melahirkan generasi yang memiliki kepedulian, kebermanfaatan, kearifan serta menguasai dan memiliki kapasitas dalam bidang agama, sains dan teknologi (act localy think globaly). Secara eksplisit, bahwa sektor pendidikan merupakan asset terbesar yang diprioritaskan oleh semua elemen yang ingin maju, dan berkompetensi dengan bangsa lain guna terangkat harkat dan martabat serta menjadi “khidmat” pendidikan di dunia.

Pendidikan merupakan proses pencerdasan dan pengembangan potensi sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan dan terus menerus (life long education). Proses pencerdasan manusia ini haruslah diakomodasi melalui institusi-institusi/lembaga pendidikan baik formal, informal dan non formal. Dalam hal ini peranan lembaga pendidikan dalam mengelola, mengembangkan sekaligus mencetak sumber daya manusia yang berkualitas sangatlah penting. Lembaga pendidikan adalah suatu wadah yang menghimpun dan menumbuhkan kreativitas, inovasi serta cermin miniatur dari masyarakat.

Dengan adanya UU N0 32 Tahun 2004 serta UU NO 20 Tahun 2003 merupakan peluang bagi daerah, baik daerah propinsi dan kabupaten/kota untuk menata dan mengelola diri sendiri serta membenahi mutu pendidikan di daerah masing-masing. Di mana bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang diberikan wewenang kepada daerah untuk dikembangkan secara mandiri dan terpadu (otonom).

Di bidang pendidikan tentunya ini merupakan tuntutan mutu bagi pendidikan di daerah masing-masing, dimana pemerintah pusat bertanggung jawab dalam pengembangan kebijakan dan rencana strategis, pengawasan kualitas, dan kordinasi perencanaan program pendidikan nasional. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengembangkan, melaksanakan dan mengendalikan program/ kegiatan pendidikan dalam kerangka kebijakan nasional.

Bergulirnya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan tersebut, menuntut pemegang kebijakan pendidikan di daerah untuk mengadakan inovasi, khususnya dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Tuntutan otonomi daerah dan otonomi pendidikan intinya adalah bagaimana pemerintah kabupaten/kota mampu mengelola potensi daerah demi kemakmuran rakyatnya dan mampu meningkatkan mutu pendidikan yang selama ini sebagian besar stagnan, dan mengalami kejumudan akibat pengelolaan yang serba sentralistik. Proses pencerdasan manusia dan pemberdayaan tersebut merupakan tanggung jawab semua pihak, baik itu pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, pengusaha dan masyarakat pada umumnya. Sudah saatnya daerah berpikir untuk mengadakan suatu perbaikan dan pemberdayaan (recovery and empowering) kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. Semua proses itu bermuara dan mengerucut pada satu tujuan yaitu dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi di daerah yang sekarang mengalami keterpurukan.


Strategi Pengembangan

Berangkat dari beberapa paparan di atas, serta melihat keadaan yang faktual di lapangan (daerah Bima), dengan menjamurnya lembaga pendidikan tinggi yang dikelola oleh yayasan ataupun organisasi kemasyarakatan, perlu adanya suatu strategi pengembangan lembaga pendidikan tinggi secara terpadu dan komprehensif yang bisa mengakomodasi beberapa komponen penyelenggara pendidikan tinggi yang ada di daerah Bima.

Strategi pengembangan perguruan tinggi yang ditawarkan sebagai berikut:
1.Dengan banyaknya perguruan tinggi di swasta yang dikelola oleh yayasan dan organisasi kemasyarakatan, maka daerah menawarkan kepada salah satu perguruan tinggi yang ada guna di kembangkan menjadi Perguruan Tinggi Negeri. Akan tetapi pilihan ini bukan tidak berkendala, mengingat perguruan tinggi swasta didirikan oleh yayasan dan ormas tidak serta merta melepaskan begitu saja dengan berbagai alasan seperti kepemilikan aset, manajemen pengelolaan serta sumber daya yang dimilikinya.
2.Daerah harus mempunyai inisiatif tersendiri mendirikan Perguruan Tinggi Negeri dengan membentuk Team Work (tim kerja) yang berasal dari pemerintah, tokoh masyarakat/agama, masyarakat peduli pendidikan, akademisi, dunia industri diwakili pengusaha yang bekerja merumuskan ide dan gagasan tersebut.

Pembentukan Team Work (tim kerja) yang merupakan repserentatif dari berbagai golongan akademisi dan profesi tersebut guna meringankan beban pemerintah daerah, sehingga tidak terkesan jalan sendiri dalam membangun perguruan tinggi yang dicita-citakan. Pendirian Perguruan Tinggi Negeri diperlukan konsep dan trategi yang matang untuk meningkatkan mutu input, proses dan output serta diperlukan kerjasama semua pihak yang akhirya merasa berkewajiban untuk mengembangkannya Pendidikan Tinggi Negeri yang menjadi modal daerah untuk dapat berkompetisi dengan daerah lain guna mengejar ketertinggalannya.

Proyeksi Pengembangan

Perguruan tinggi harus menjadi daya gerak yang dinamis bagi proses modernisasi, yang dapat menghubungkan keadaan sekarang dan masa depan, dan mengusahakan pemenuhan kebutuhan pembangunan masyarakat masa depan. Sejalan dengan adanya formulasi Perguruan Tinggi Negeri, maka pengelola atau pemegang kebijakan pendidikan di daerah haruslah mengarahkan pengembangan Perguruan Tinggi Negeri memiliki basis yang kokoh.

Hal ini mengingatkan pada kita, telah banyak Perguruan Tinggi yang dikembangkan tanpa target dan tujuan yang jelas, sehingga terkesan dimanage asal-asalan. Hal inilah membawa keterpurukan dan merosotnya mutu output dari Perguruan Tinggi. Semestinya perguruan tinggi merupakan wadah dan sarana untuk membangun manusia yang kreatif, inovatif, rasional dan konstruktif. Akan tetapi, dengan adanya perguruan tinggi yang dikelola “asal-asalan” tersebut membawa implikasi melahirkan lulusan yang hanya mengandalkan “formalitas” yaitu selembar kertas ijazah dan gelar tanpa ada kontribusi yang signifikan buat pembangunan di daerah.

Pengembangan pendidikan tinggi diharapkan mampu memberikan suatu konstribusi positif bagi pemenuhan kebutuhan serta pemerataan mutu pendidikan di daerah. Dengan demikian pengembangan yang diinginkan memiliki tujuan yang antara lain :
a) Mampu mencetak lulusan (output) sarjana profesional yang mampu bekerja dengan kinerja yang baik dalam tugas dan tanggungjawabnya sehingga tercapai supply and demand dalam proses pembangunan di daerah;
b) Mampu memberikan konstribusi berupa layanan berkualitas dalam penelitian dan pengembangan kepada kegiatan produktif berupa produk unggulan daerah setempat untuk mendukung pembangunan di daerah; dan c) Sebagai kekuatan penggerak sekaligus pengontrol chek and balanced kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak (masyarakat) dengan memberikan konstribusi pemikiran, saran, serta masukan yang progresif bagi pembangunan di daerah.

Oleh karena itu, pengembangan perguruan tinggi negeri tersebut haruslah mengakomodir kebutuhan stakeholder (masyarakat, dunia usaha, dll). Dengan artian, jurusan atau program studi yang di pasarkan adalah jurusan yang rill dibutuhkan oleh pemakai layana jasa pendidikan, bukan jurusan atau program studi “jenuh” yang hanya menambah kuantitas pengangguran intelektual. Seperti hal nya di daerah Bima, jurusan atau program studi yang di buka adalah program yang bisa menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti jurusan teknologi dan budidaya pertanian, peternakan, perikanan, dan kelautan.

Di samping itu, ada program studi yang benar-benar menjadi “icon” (unggulan) daerah Bima guna berkompetisi dengan daerah lain. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh kita semua, mengingat daerah Bima merupakan daerah transit dan pintu gerbang antara kawasan Indonesia barat dan timur. Untuk mencapai tujuan di atas, pemegang kebijakan di daerah harus bersikap inklusif, komitmen yang tinggi, membuka diri, mau mendengar dan transparan dalam membangun suatu komunikasi dengan unsur-unsur yang ada di luar daerah guna memperkokoh dan memperkuat landasan pengembangan Pendidikan Tinggi Negeri yang dicita-citakan.

Mengembangkan Pendidikan Tinggi Negeri di daerah Bima, sebenarnya tidak sesulit yang kita bayangkan seperti selama ini. Asalkan semua emelen memiliki komitmen kuat untuk bersama memikirkan sekaligus bekerja keras mewujudkannya. Dasar filosofis dan konsep yang jelas pengembangan haruslah dirumuskan secara kokoh guna mencapai visi dan misi membangun mutu pendidikan tinggi di daerah. Perlunya membangun sinergitas antara pemerintah, akademisi, dunia usaha/pengusaha dan masyarakat merupakan suatu modal dasar dalam mengembangkan potensi yang tersedia. Hal ini mengingatkan pada kita, membangun perguruan tinggi tidak sekedar menjadi alat dan kepentingan sesaat untuk dikomersialkan menghadapi momen-moment tertentu, melainkan bertujuan untuk pembangunan sumber daya manusia di daerah Bima yang bermutu dan berdaya saing sehingga dapat berkompetisi membangun masyarakat yang adil, makmur-sejahtera, aman-damai, dibingkai dengan nilai-nilai religiusitas Islam dan kearifan lokal yang menjadi basis keunggulan daerah.

Untuk itu, terlalu naif dan sangat disayangkan kalau ada konsep pengembangan Pendidikan Tinggi Negeri daerah Bima dibicarakan asal-asalan yang berawal dari obrolan warung kopi dipinggiran pantai Amahami ataupun lips service bahan kampanye pilkada. Diperlukan good will dan pemahaman yang utuh terhadap konsep dasar pengembangan Pendidikan Tinggi Negeri agar tidak terjadi disorientasi pengembangan kedepan

* Tulisan telah diedit dan sudah pernah dimuat dalam Buku ” Bima dalam Menyongsong Dinamika Global” Penerbit KKPMB Malang tahun 2008.
** Lahir di Samili, Staff WR. Bidang Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

0 komentar:

Posting Komentar