Quintel Blogger theme

A free Premium Blogger theme.

Rabu, 20 Februari 2013

KEHADIRAN PARIWISATA EKSKLUSIF "MANDALIKA SMART RESORT"

  Mataram, 16/2 (Antara) - Upaya menjadikan kawasan pariwisata eksklusif Mandalika Resort, di Pulau Lombok bagian selatan, Nusa Tenggara Barat, telah diawali dengan peresmian dimulainya pembangunan (groundbreaking) kawasan pariwisata terpadu, oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada 21 Oktober 2011.
     Saat itu, Presiden Yudhoyono mengungkapkan keinginannya menjadikan kawasan Mandalika Resort itu sebagai ikon baru MICE (Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran), yang nantinya menjadi kebanggaan tidak hanya masyarakat NTB tetapi juga masyarakat Indonesia.
     Kawasan Mandalika Resort pun masuk dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan Presiden Yudhoyono, pada pertengahan 2011.
     Dalam MP3EI, NTB berada dalam koridor yang sama dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memprioritaskan pembangunan di bidang pariwisata dan pangan.
     Karena itu, pada momentum "grounbreaking" kawasan Mandalika Resort, Presiden menginstruksikan upaya percepatan dan perluas pembangunan kawasan pariwisata terpadu itu, agar kelak menjadi salah satu ikon pariwisata nasional, bahkan dunia di masa mendatang.
     Kawasan Mandalika Resort seluas 1.175 hektare itu akan dikembangkan menjadi kawasan wisata eksklusif yang diharapkan mampu mendatangkan jutaan wisatawan setiap tahun.         
     Mandalika Resort terletak di sebelah selatan Pulau Lombok, atau sekitar 50 kilometer dari Kota Mataram. Jaraknya dari Bandara Internasional Lombok (Lombok) yang berada di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, tidak lebih dari 10 kilometer, atau sekitar 30 menit perjalanan.
     Untuk menggerakan pengembangan kawasan Mandalika Resort itu, pemerintah pusat mempercayakan BUMN PT Pengembangan Pariwisata Bali atau Bali Tourism Development Coorporation (BTDC).
     Hanya saja, setelah 14 bulan pascaperesmian dimulainya pembangunan kawasan Mandalika Resort, belum juga terlihat proyek fisik di kawasan tersebut, meskpun saat "grounbreaking" manajemen BTDC dan sejumlah investor nasional menandatangani MoU kerja sama pemanfaatan lahan kawasan Mandalika itu.
     Investor itu, antara lain MNC Group, PT Gobel Internasional, PT Rajawali.
     MNC Group melalui PT Global Land Development akan membangun taman terpadu sebagai bagian dari rencana investasi pengembangan kawasan wisata Mandalika, berupa disneyland, taman bawah air dan taman teknik.
     MNC Group itu juga akan melengkapi kawasan itu dengan serkuit Formula 1, ruang pleno untuk penyelenggaraan konser, dan pelabuhan laut untuk kapal pesiar dan pesawat laut.
     Sementara Gobel Group berniat membangun fasilitas-fasilitas berteknologi ramah lingkungan seperti pengolahan air (water treatment), pengelolaan air limbah, solar system dan kegiatan ramah lingkungan lainnya.
     Gobel juga akan memanfaatkan sebagian lahan di kawasan wisata Mandalika untuk pembangunan hotel dan vila, serta "hight end resort".
     Sedangkan Rajawali Group melalui PT Canvas Development akan membangun dan mengembangkan hotel dan vila, serta "hight end resort" di Tanjung Ann.
     Karena itu, Pemerintah Provinsi NTB beserta Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah bahu-membahu melobi dan mendesak realisasi pengembangan kawasan pariwisata terpadu Mandalika itu.
     DPRD NTB pun dua kali membentuk pansus terkait Mandalika Resort itu, agar ada tekanan politis untuk mempercepat realisasinya.
          
Kendala
     Manajemen BTDC berdalih, terulurnya realisasi fisik hingga lebih dari setahun itu, antara lain disebabkan oleh faktor keamanan, berbagai izin prinsip, naskah dokumen amdal yang belum dibereskan pemerintah daerah, hingga belum sempurnanya 'master plan' dan DED (Detail Engineering Design).
      BTDC juga berlindung dibalik alasan usulan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang belum rampung.
      Selain itu, BTDC juga mengklaim kekurangan dana sehingga mengupayakan pinjaman dana dari Bank Dunia. Direncanakan pengembangan kawasan Mandalika Resort menelan dana diatas tiga miliar dolar AS atau setara dengan sekitar Rp27 triliun.
      Sebagian besar dana pengembangan kawasan Mandalika itu bersumber dari investor mitra yang digalang BUMN PT BTDC.  Namun, sekitar 250 juta dolar AS (sekitar Rp2,2 triliun) bersumber dari BUMN Indonesia, dan yang diupayakan BTDC.
      BTDC kemudian berupaya mendapatkan pinjaman dari Bank Dunia, terutama untuk dana permulaan sekitar Rp500 miliar, yang antara lain untuk pembangunan jalan lingkungan dalam kawasan Mandalika Resort.
     Jalan lingkungan itu dipandang penting untuk ditata lebih awal karena akan ada pembangunan sirkuit F1 dalam kawasan Mandalika Resort itu. 
     Selain itu, untuk penataan bahu jalan untuk pejalan kaki, jaringan listrik diluar tanggungan PLN dan saluran pembuangan air limbah (wastewater treatment).
     Untuk pengembangan kawasan pariwisata mandalika seluas 1.175 hektare, dibutuhkan sedikitnya tiga lokasi "wastewater treatment". Berbeda dengan kawasan pariwisata Nusa Dua, Bali, seluas 300 hektare yang hanya membutuhkan satu lokasi.
     Alasan lainnya, yakni lahan perorangan yang totalnya mencapai 135 hektare yang bersinggungan dengan di kawasan Mandalika Resort, yang juga harus dibebaskan.
      Seiring dengan perjalanan waktu, hingga memasuki 2013 belum juga ada proyek fisik di lokasi, Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Tengah, mulai gusar dan keraguan terhadap manajemen BTDC sebagai "lead" investor pengembangan Mandalika Resort, mulai tampak.
      Bahkan, Pansus DPRD NTB yang membidangi percepatan pembangunan Mandalika Resort, menuding BTDC tidak becus. Bahkan, sempat mengancaman akan mencari pengganti BTDC.
      "Kalau BTDC tidak becus, kita (NTB) cari investor lain sebagai penggerak pengembangan Mandalika," kata Sekretaris Pansus DPRD NTB Ruslan Turmuji, dengan nada keras.
      Dalam berbagai pertemuan koordinasi, baik yang difasilitasi Pemprov NTB, maupun Pemkab Lombok Tengah, hingga mendatangi markas BTDC di Nusa Dua Bali, BTDC selalu menjadi sorotan utama.
      Kendati demikian, manajemen BTDC juga terus berupaya meyakinkan semua pihak bahwa langkah pengembangan kawasan Mandalika Resort masih berjalan sesuai rencana.

Investor Prancis             
      BTDC makin optimistis pengembangan Mandalika Resort itu segera terwujud, ketika berhasil mendatangkan Henri Giscard d'Estain, putra dari mantan Presiden Perancis periode 1974-1981 Giscard d'Estaing, selaku pemilik Club Méditerranée atau yang lebih dikenal dengan Club Med, ke kawasan Mandalika Resort, 21 Januari 2013.      
      Henri bersama CEO Club Med Asia Tenggara Heidi Kunkel, beserta konsultan dan desainer hotel eksotis dari Perancis, melihat langsung lokasi pengembangan Mandalika Resort.
      Komisaris Utama PT MNC Land Tbk Budi Rustanto, dan Presiden Direktur PT Gobel Internasional Rahmat Gobel, juga mendampingi pengelola operator hotel dan restoran berkelas dunia itu.
      Di hadapan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi dan pejabat lainnya, Henri menyatakan bersedia bermitra dengan PT BTDC, PT MNC Land Tbk dan PT Gobel Internasional, untuk membangun dan mengelola hotel eksotik di kawasan Mandalika.
     "Sekarang bagaimana memulai proyek ini dengan serius dan berkualitas, dan BTDC sudah buat resort di Bali, MNC Land yang sudah berpengalaman dalam mengembangkan area dan berkelas internasional, dan Globel Internasional  yang juga pemain utama di negeri ini," ujarnya.
     Henri juga mengungkapkan bahwa Club Med amat mementingkan mitra bisnis, sehingga dimana pun akan menggeluti usaha perhotelan dan resort itu, perusahaan Perancis itu tetap mengutamakan kualitas mitra.
     "Kami dari Club Med sebagai operator internasional di bidangnya, sangat penting untuk mendapatkan partner yang sesuai dengan pengalaman yang sudah banyak dan mampu bekerja sama. Dimana pun kami berada kami ingin selalu yang terbaik di setiap negara," ujarnya.
     Di Indonesia, Club Med sudah beraktivitas sejak 30 tahun silam, dengan resort pertama yakni Club Med Bali dan tergolong paling sukses, kemudian yang yang kedua Club Med Ria Bintan, di Provinsi Kepulauan Riau, yang relatif dekat dengan Singapura, yang pengelolaannya dimulai sejak 13 tahun lalu, dan juga suskes.
     "Bila kami sudah berhasil membuat dua Club Med di Indonesia yakni Bali dan Ria Bintan, maka mengapa tidak membuat yang ketiga (di Lombok)," ujarnya, sembari mengutarakan niatnya untuk membuat model  pemilik pengembangan resort yang unik di Lombok.
      Sementara investor yang akan segera mengembangkan kawasan pariwisata terpadu di Mandalika, mengharapkan dukungan maksimal dari unsur pemerintah, baik pusat maupun provinsi dan kabupaten hingga kecamatan.
     "Jujur saja kami mengharapkan dukungan maksimal dari pemerintah, karena kawasan ini akan menjadi suatu kawasan pariwisata kelas dunia," kata Komisaris Utama PT MNC Land Tbk Budi Rustanto.
     Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Gobel Internasional Rahmat Gobel mengatakan, pihaknya akan secara bersama-sama dengan MNC dan Club Med, akan menyiapkan destinasi turis yang berkelas dunia di Pulau Lombok.
     "Ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk investasi guna mendatangkan turis sebanyak-sebanyak ke daerah ini. Mungkin kawasan ini akan menjadi 'Smart Resort" terbaik di dunia," ujarnya.Segera realisasi
      Sehari pascapeninjauan lokasi di kawasan Mandalika, Club Med, PT MNC Land Tbk dan PT Gobel Internasional, menandatangani perjanjian kerja sama pengembangan kawasan Mandalika yang diberi nama "Mandalika Smart Resort", dalam pertemuan tindaklanjut di Jakarta.
      MNC Land dan Gobel Internasional juga sepakat mengalokasikan anggaran sebesar Rp600 miliar untuk membangun hotel berbintang diserta fasilitas pendukungnya seperti lapangan golf dan fasilitas lainnya, di kawasan Mandalika.    
     MNC dan Gobel Internasional yang mendanai pembangunan hotel berbintang dan fasilitas pendukungnya, yang nantinya dikelola Club Med.
     Direktur Pengembangan PT BTDC Edwin Darmasetiawan mengatakan, dari kemajuan yang ada diyakini realisasi fisik pengembangan kawasan pariwisata terpadu di Mandalika, dapat dimulai Maret 2013.
     Edwin mengatakan, banyak hal sudah dilakukan semenjak "groundbreaking kawasan Mandalika, dan kini sudah BTDC sudah mengantongi beragam izin, seperti izin lingkungan, dan studi kelayakan lapangan, sebagai dasar untuk memulai aktivitas fisik di lapangan.
     Areal kawasan Mandalika yang diserahkan dalam bentuk Hak Pakai Lahan (HPL) kepada BTDC seluas 1.175 hektare. Dari luasan itu, areal seluas 1.035 hektare dipastikan tidak bermasalahan dari aspek kepemilikan lahan.
     Namun, di kawasan Mandalika itu, juga terdapat lahan milik perorangan namun bersinggungan dengan areal kawasan Mandalika yang hendak dikelola BTDC beserta investor mitranya.
     Lahan milik perorangan itu letaknya secara masiv di sejumlah lokasi namun jika ditotalkan mencapai 135 hektare.
     "Dari 1.175 hektare itu, areal sekitar 400 hektare yang akan dimanfaatkan lebih dulu. Itu di bagian tengah kawasan Mandalika. dari 400 hektare itu, ada sekitar 50 hektare lahan yang masih merupakan milik perorangan, itulah yang mau dibebaskan nanti," ujarnya.
     Untuk tahap awal, akan dibangun dua unit hotel berbintang dan fasilitas mewah lainnya seperti lapangan golf, oleh dua investor nasional MNC Land dan Gobel Internasional.
     Selain itu, Lipo Group juga berminat membangun dua unit hotel mewah di kawasan Mandalika, dan satu unit hotel lainnya oleh investor lain.
     "Jadi, dalam dua tahun ke depan akan dibangun lima unit hotel berbintang disertai fasilitas mewah, termasuk lapangan golf," ujar Edwin.
     Edwin pun berharap, segala yang menjadi kendala pengembangan kawasan pariwisata terpadu Mandalika Resort itu dapat dituntaskan, dan dukungan semua pihak

0 komentar:

Posting Komentar